Tim penasihat hukum Gubernur Sulsel non-aktif Prof HM Nurdin Abdullah pada sidang di PN Makassar, beberapa waktu lalu.

"Penyerahan dana Pak NA tidak tahu. Jumlahnya juga tidak tahu," jawab Edy Rahmat.

Mantan pejabat dari Kabupaten Bantaeng ini juga mengatakan bahwa dirinya telah mengatur pertemuan dengan Agung Sucipto sebelum peristiwa OTT. Juga tanpa sepengetahuan NA. 

"Terakhir saya ketemu Pak NA di Kawasan Pucak Maros. Tidak ada lagi pertemuan atau pembicaraan saya dengan Pak NA, baik secara langsung ataupun telpon sampai peristiwa OTT. Saya komunikasi sama Agung Sucipto saja," jelasnya. 

Begitupun dengan uang sebesar Rp324 juta dari Gilang (Petugas BPK) yang ditetima Edy Rahmat, juga tidak dilaporkan dan tidak diketahui NA.

"Semua tidak saya laporkan ke Pak NA. Betul," tegas Edy Rahmat. 

Saat diberi kesempatan untuk berbicara, Nurdin Abdullah menjelaskan bahwa ia sama sekali tidak mengetahui pemberian uang senilai Rp2,5 M dari AS. 

"Sebagaimana yang disampaikan saksi bahwa dana Rp2,5 M sama sekali saya tidak tahu dan tidak paham," tegasnya. 

Terkait bantuan keuangan, NA menjelaskan, tidak ada uang pelicin sama sekali kepada Pemprov Sulsel. Bantuan keuangan daerah diawasi oleh DPR. 

"Saya rasa ER tahu prosedur itu. Itu bukan bagi-bagi uang tapi ini sinergi program jadi harus ada prosedur. Maka tidak benar kalau swasta bisa mengusulkan proposal. Bisa dicek tidak ada uang pelicin yang kabupaten/kota beri untuk kami dan itu kami awasi bersama dengan DPR," jelasnya. 

Baca: Lowongan Kerja Besar-besaran Telkom, Pendaftaran Hingga Desember 2021

NA  juga mengutarakan, uang yang diterima Edy Rahmat dari Gilang (Petugas BPK) telah merugikan negara karena denda itu harusnya masuk kembali ke kas daerah.  

"Maaf Pak Edy (Rahmat), itu telah merugikan kepala daerah dan negara karena seluruh denda proyek kembali ke daerah," pungkasnya. (*)



Baca juga