H Ahmad Daeng Tonang (kiri)

“Saya bersyukur karena termasuk tipe yang suka membaca buku-buku termasuk menemukan resep-resep makanan saya temukan dari buku-buku yang saya baca,” tuturnya. 

“Sebagai contoh pisang goreng, delapan tahun lalu baru masuk istilah pisang nugget atau pisang coklat.  Sebenarnya jenis bahannya dari pisang tapi dengan kemampuan kemasan isinya adalah pisang goreng biasa, tapi dikemas dan lebih moderen, membuatnya lebih rasa modern,” jelasnya.

Demikian pula stigma tentang coto, kata Ahmad Tonang dulu coto adalah penambah darah, pada akhirnya saya juga hati-hati mengelola bisnis coto. 

Karena sebenarnya kuliner coto konsumennya yang idealnya adalah anak-anak muda yang berusia sampai 20 sampai 35 tahun. 

“Saya menemukan konsumen coto usia di atas 35 tahun tidak terlalu banyak lagi menikmati coto, dengan alasan karena coto mengandung kolestrol yang tinggi. Makanya, saya pernah mengakali dengan coto vegetarian yaitu coto pakai sayur dengan kuah air coto, namun air kuahnya mengandung kadar lemak yang tinggi,” katanya. 

“Saya juga menggagas coto ala bakso, dengan alasan coto bukan lawannya bakso, karena coto terbuat dari daging dan bakso terbuat dari terigu. Sekarang coto agar tidak berat kuahnya, perlu kemampaun kemasan yang lebih modern,” tutur cucu dari Gallarang Tonang dari Pulau Barranglompo ini.

Ahmad Tonang kembali menekankan perlunya kemasan lebih moderen dan memerhatikan kajian pasar coto agar bisa bertahan dengan konsumen yang lebih lama. 

Sebab, menurut Ahmad Tonang, tidak ada orang yang bisa bertahan makan coto secara terus-menerus, tergantung faktor usia. 

Karena itu, Ahmad Tonang termasuk pengusaha kuliner yang berani melakukan lompatan jauh termasuk mengubah image dan berani melakukan modernisasi bisnis kuliner ala moderen.

Menurut pria kelahiran Pabaeng-Baeng, Kota Makassar dan berasal dari Desa Sawakong, Kabupaten Takalar ini, dirinya memakai manajemen moderen dalam mengelola kuliner coto yang dalam perkembangannya teori manajemen selalu fokus pada pertumbuhan kegiatan usaha dan produktivitas untuk mencapai tujuan organisasi, berorientasi pada perhitungan yang bersifat ilmiah. 

Baca: Pelatih Persib Robert Alberts Dikaruniai Anak Pertama, Istri Pengusaha Asal Makassar

Sebab dengan manajemen moderen ala bisnis kuliner telah berkembang dengan pertumbuhan sosial, ekonomi. Karena di pikiran Ahmad Tonang, hanya dengan manajemen moderen dalam mengelola bisnis kuliner coto membuka diri dan harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungannya.

“Saya bersyukur karena dengan rajin membaca buku-buku bisnis dan kuliner, sangat membantu diri saya terutama mengembangkan usaha dan menemukan ide-ide sekaligus inovasi baru pada bidang kuliner,” kuncinya. (*)



Tags: Ahmad Tonang brand market Daeng Desa Sawakong Haji Ahmad Tonang Kabupaten Takalar Sawakong

Baca juga