Tim Kuasa hukum Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah akan hadirkan saksi meringankan untuk kliennya.

THENEWSULSEL.COM, MAKASSAR - Tim Kuasa Hukum Gubernur Sulsel Nonaktif Nurdin Abdullah (NA) tidak akan mengajukan eksepsi (pembelaaan) dalam sidang dugaan gratifikasi proyek infrastruktur di lingkup Pemprov Sulsel yang menyeret kliennya. Sidang perdana digelar di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Kamis, 22 Juli 2021. 

Kuasa Hukum NA, Arman Hanis mengaku, akan fokus mengungkap fakta dalam proses persidangan nantinya. Sebab, pembacaan dakwaan yang disampaikan JPU sifatnya dugaan kepada kliennya.  

"Apa yang disampaikan JPU KPK adalah dakwaan yang sifatnya dugaan kepada pak NA. Terkait benar atau tidaknya akan kami buktikan diproses persidangan," ungkapnya kepada wartawan via sambungan telepon. 

Ia menjelaskan, pada proses persidangan dugaan gratifikasi yang menimpa kliennya, pihaknya akan menghadirkan saksi-saksi terkait. 

Tujuannya, agar semua yang diinginkan oleh berbagai pihak dapat terbukti, termasuk kepada publik agar dapat menilainya secara cermat. 

"Mengenai apa saksi meringankan itu hak terdakwa dan kami akan mengajukan saksi meringankan sesuai hak kepada terdakwa. Siapa saksi itu, akan kami sampaikan pada persidangan," katanya. 

"Kami juga akan hadirkan ahli untuk membuktikan dakwaan itu tidak seperti yang dibacakan," tambahnya. 

Dalam kesempatan yang sama, Arman melakukan permohonan rawat jalan bagi kliennya yang mengalami penurunan kondisi kesehatan. 

Memohon kepada Hakim Ketua adalah permohonan yang bertingkat. Apalagi, dalam proses penyidikan di KPK telah diberikan pengobatan rutin dan diberikan haknya untuk berobat.  

Baca: Puluhan Lowongan Kerja di Perusahaan BUMN, Terima Lulusan D3 dan S1

"Kewenangan untuk memberikan persetujuan rutin beralih ke majelis hakim. Makanya kami mengajukan permohonan yang sama, bukan hal baru," sebutnya. 

Dalam dakwaan JPU disebutkan, Nurdin Abdullah diduga menerima uang berjumlah Rp6.587.600.000,00 (enam miliar lima ratus delapan puluh tujuh juta enam ratus ribu rupiah) dan SGD200.000 (dua ratus ribu dollar Singapura). Akan tetapi, jaksa kemudian menegaskan kalau seluruh uang tersebut harus dianggap sebagai suap. 


Baca juga